Jakarta –
Harta karun arkeologi dari Jalur Gaza, Palestina dipamerkan di Jenewa, Swiss. Benda-benda itu dijaga dan dirawat sebagai warisan penting.
Melansir AFP, Selasa (22/10/2024) benda arkeolog, mulai dari amphora, patung kecil, vas, lampu minyak, termasuk 44 objek lain yang ditemukan di Gaza itu dipamerkan dalam tajuk ‘Warisan dalam Bahaya’ di Museum Seni dan Sejarah (MAH). Pameran tersebut digelar sejak 5 Oktober 2024 hingga 9 Februari 2025.
Kurator pameran Beatrice Blanding mengatakan benda-benda tersebut merupakan bagian dari jiwa kawasan tersebut. Makanya, benda-benda itu menjadi sejarah bagi orang-orang yang tinggal di area yang hancur di Gaza.
“Itu bagian dari jiwa Gaza, benda warisan itu sebenarnya adalah sejarah sebidang tanah, sejarah orang-orang yang tinggal di sana,” ujar Beatrice.
Artefak tersebut berasal dari koleksi lebih dari 530 objek yang telah disimpan dalam peti di gudang yang sudah berada di Jenewa sejak 2007 dan tidak bisa dipulangkan ke Gaza akibat situasi saat ini. Pameran itu tak hanya menyimpan artefak dari Gaza, namun juga negara lain, seperti Sudan, Suriah, dan Libya.
Pameran ‘Warisan dalam Bahaya’ digelar untuk menandai peringatan 70 tahun Konvensi Den Haag 1954 tentang perlindungan budaya dalam peristiwa konflik bersenjata. Pameran itu sekaligus mengkaji tentang tanggung jawab museum dalam menyelamatkan harta karun itu dari kerusakan, penjarahan, dan konflik.
Selain itu, pameran tersebut mengingatkan pengunjung bahwa penghancuran warisan secara sengaja merupakan kejahatan besar. Anggota Dewan Kota Jenewa, Alfonso Gomez, menyebut warisan budaya yang dibumihanguskan adalah sebuah kesalahan besar, ia merujuk pada kasus di wilayah Irak Utara yang direbut oleh kelompok ISIS pada tahun 2014.
“Kekuatan-kekuatan yang mengaburkan fakta tentang memahami bahwa kekayaan budaya adalah hal yang dipertaruhkan bagi peradaban, karena mereka tidak pernah berhenti untuk menghancurkan warisan ini seperti di Mosul,” kata Alfonso.
Direktur MAH, Marc-Olivier Wahler, menyayangkan kala konflik terjadi banyak yang menyasar warisan budaya untuk menghilangkan jejak sejarah dan budaya masyarakat di sana.
“Sayangnya, jika terjadi konflik banyak aggressor menyerang warisan budaya karena hal itu jelas menghapus identitas suatu masyarakat dan menghapus sejarahnya,” kata Wahler.
Sejak serangan Israel di Gaza yang dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, situs-situs budaya di Palestina telah mengalami kerugian yang besar. UNESCO telah mengonfirmasi kerusakan pada 69 situs, yang terdiri dari 10 tempat ibadah, 43 bangunan dengan nilai sejarah atau artistik, dua tempat penyimpanan benda budaya bergerak, enam monumen, satu museum, dan tujuh situs arkeologi.
Saat warisan budaya Palestina menjadi korban kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya, nilai benda-benda budaya Gaza yang disimpan di Jenewa dan kini dianggap lebih penting dari sebelumnya.
Beberapa artefak tersebut merupakan milik Otoritas Palestina, sementara sisanya dimiliki oleh pengusaha Palestina Jawdat Khoudary yang kemudian menyerahkan kepemilikannya kepada Otoritas Palestina pada tahun 2018.
Artefak-artefak itu yang menggambarkan kehidupan sehari-hari, sipil, dan keagamaan dari Zaman Perunggu hingga era Ottoman, tiba di Jenewa pada tahun 2006 untuk dipamerkan dalam pameran ‘Gaza di Persimpangan Peradaban’ yang dibuka oleh Presiden Palestina Mahmud Abbas.
Artefak tersebut seharusnya menjadi dasar bagi pembangunan museum arkeologi di Gaza. Namun, mereka terjebak di Jenewa selama 17 tahun karena persyaratan untuk pengembaliannya yang aman tidak pernah terpenuhi.
Ketika benda-benda itu seharusnya dibawa pulang, Hamas mengambil alih Jalur Gaza, dan ketegangan geopolitik antara Palestina dan Israel pun muncul. Kondisi itu pada akhirnya mengharuskan untuk melindungi artefak, karena sisa koleksi pribadi Khoudhary yang masih ada di Gaza telah hancur total sejak 7 Oktober lalu.
Setelah perjanjian kerja sama baru yang ditandatangani pada September lalu antara Otoritas Palestina dan Jenewa, kota Swiss telah berkomitmen untuk menjaga artefak-artefak tersebut selama diperlukan.
MAH juga berfungsi sebagai tempat perlindungan pada tahun 1939 ketika Republik Spanyol mengevakuasi harta karun terbesar dari Museo del Prado di Madrid dan beberapa koleksi utama lainnya. Tahun lalu, Jenewa juga menjadi tuan rumah pameran karya seni dari Ukraina.
Menurut Asosiasi Museum Swiss bersama dengan rekan-rekannya di negara lain, telah membantu lebih dari 200 museum di Ukraina dalam melestarikan koleksi mereka setelah invasi skala penuh Rusia pada Februari 2022.
(upd/bnl)