Jakarta, Insertlive –
Lahir di Semarang pada tahun 1866, Oei Tiong Ham adalah seorang pengusaha yang mengukir kesuksesan di bidang gula dan diakui sebagai ‘Raja Gula dari Jawa’.
Mewarisi bakat bisnis dari ayahnya, Oei Tjie Sien, yang memiliki perusahaan Kian Gwan, Oei berhasil memperluas usaha keluarganya menjadi salah satu konglomerat terbesar di Asia pada masa itu.
Menurut informasi dari situs Kemendikbud.go.id, Koran De Locomotief yang diterbitkan di Semarang pada waktu itu mencatat bahwa Oei merupakan “orang paling kaya di antara Shanghai dan Australia.”
Keberhasilan bisnis gula Oei Tiong Ham terjadi setelah berakhirnya era tanam paksa pada 1870.
Krisprantono, doktor di Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang ahli dalam desain dan penataan sejarah, menyatakan bahwa antara tahun 1880 dan krisis ekonomi dunia pada 1930, gula merupakan produk yang paling penting.
Pada 1870, pemerintah kolonial menerapkan Agrarische Wet, yang mengizinkan pihak swasta untuk menguasai serta mengelola area perkebunan yang luas.
Sejak saat itu, era liberalisasi industri dimulai di Jawa. Pada periode ini, sosok Oei Tiong Ham muncul di Semarang dan kemudian menjadi legenda.
Oei Tiong Ham adalah salah satu dari segelintir warga lokal yang berhasil melihat dan memanfaatkan peluang pada masa kolonial Belanda.
Pada waktu itu, bisnis gula memiliki banyak peluang berkat revolusi industri, permintaan yang tinggi di pasar dunia, dan kebijakan yang dibuat oleh penguasa.
Berikut adalah parafrase yang lebih singkat untuk kalimat yang Anda berikan:
Awalnya, Oei Tiong Ham berfokus pada komoditas seperti kopi, karet, dan opium. Namun, pada 1880-an, dengan cepat ia mengakuisisi lima pabrik gula yang glung tikar, yakni Pakis di Pati, Rejoagung di Madiun, Ponen di Jombang, Tanggulangin di Sidoarjo, dan Krebet di Malang.
Ia juga mendirikan Oei Tiong Ham Concern (OTHC), yang merupakan perluasan dari perusahaan dagang milik ayahnya. Pada tahun 1890, Oei mengakuisisi perusahaan ayahnya dan menjadikannya salah satu yang terbesar di Asia.
Kantor pusat OTHC berada di Semarang, tetapi Oei berhasil mengembangkan bisnisnya dengan membuka cabang di berbagai daerah di Indonesia, seperti Batavia dan Makassar, serta di luar negeri, termasuk Singapura, Bangkok, Kalkuta, Bombay, Karachi, Shanghai, Hong Kong, London, dan New York.
Memasuki abad ke-20, Oei Tiong Ham menjadi orang terkaya di Asia Tenggara berkat keberhasilan bisnis gulanya, yang juga memberinya julukan sebagai Raja Gula dari Jawa.
Sebagai pengusaha sukses, Oei Tiong Ham menempati istana megah yang sekarang dikenal dengan sebutan Gedung Balekambang. Istana ini begitu luas sehingga pemiliknya dapat tersesat di dalamnya, dilengkapi dengan kolam renang dan kebun binatang pribadi di belakang.
Di tahun 1920, saat kondisi di Indonesia, terutama di Kota Semarang, tidak kondusif dan beban pajak dari pemerintah Belanda terlalu berat, Oei Tiong Ham memilih untuk pindah ke Singapura.
Setelah pindah ke Singapura, ia berhasil menguasai seperempat dari luas wilayah di sana. Hingga kini, ada satu ruas jalan yang dinamai Oei Tiong Ham Park. Empat tahun setelah kepindahannya, Oei Tiong Ham meninggal karena serangan jantung.
Usai kematiannya, putra-putri dan beberapa istri Oei meneruskan bisnis itu, tetapi pada 1961, seluruh hartanya disita oleh pemerintah Republik Indonesia. Kini, sejumlah jejak kejayaan Oei Tiong Ham masih dapat disaksikan.
Di Kota Lama Semarang, terdapat tiga bangunan bekas kantor OTHC milik Oei Tiong Ham yakni, bangunan di Jalan Kepodang Nomor 25, gedung di persimpangan antara Jalan Kepodang dan Jalan Suari, serta bangunan di Jalan Kepodang Nomor 11-13 yang sekarang berfungsi sebagai galeri.
(Zalsabila Natasya/arm)