Denpasar –
Warga pendatang ternyata kerap bikin onar di pulau Dewata. Sejumlah desa adat di Denpasar pun memperketat pengawasan kepada warga pendatang.
Mereka pun melakukan pendataan kepada warga pendatang. Hal ini dilakukan karena para pendatang kerap berbuat onar di wilayah tersebut.
“Sesuai dengan perarem, masing-masing banjar harus mengawasi semua (warga pendatang), karena mereka krama tamu, harus diawasi siapa pun itu,” kata Bendesa Adat Kesiman, Ketut Wisna, Jumat (4/10/2024).
Wisna mengatakan, semua kelian adat 32 banjar di sana sudah melakukan pengawasan itu. Yakni, dengan mendata di mana tempat tinggalnya dan siapa penjaminnya.
Kebanyakan, pendataan menyasar tempat kos yang banyak dihuni warga pendatang yang bertempat tinggal di Denpasar Timur. Tujuannya, meminimalisasi potensi gangguan ketertiban umum tanpa spesifik terhadap etnis tertentu.
“Artinya, lebih protektif. Memang harus (diketahui) siapa penjaminnya. Siapa yang mengajak. Bagaimana latar belakangnya, itu dicek,” kata Wisna.
Menurutnya, warga Bali pada umumnya tidak melarang siapa pun datang dan tinggal di Bali. Termasuk warga NTT atau etnis lain. Apalagi, banyak proyek wisata di Denpasar dan wilayah lain di Bali yang membutuhkan banyak sumber daya manusia.
Hanya, dirinya mengakui, ada beberapa kelompok warga dari luar Bali yang kerap berulah hingga mengganggu ketertiban umum. Itu pun, mayoritas keributan yang melibatkan warga dari kampung yang sama.
Dia mencontohkan keributan warga asal Sumba Barat Daya, NTT, yang bikin onar beberapa hari lalu. Justru mereka ribut dengan sesama warga perantau dari daerah yang sama.
“Tidak semua masyarakat NTT seperti itu. Ada beberapa yang memang karakternya seperti itu. Ada oknum masyarakat yang justru merusak citra NTT di Bali. Akhirnya, banyak warga NTT yang kena dampak,” katanya.
Majelis Desa Adat Kota Denpasar Ketut Sudiana mengatakan tidak ada aturan maupun kewajiban desa adat melakukan pendataan terhadap warga pendatang. Sudiana mengaku belum mendapat informasi adanya desa adat yang mendata warga pendatang di wilayahnya.
“Saya belum dapat konfirmasi dari desa adat yang mewilayahi banjar adat untuk mendata warga pendatang,” kata Sudiana.
Meski begitu, sudah ada upaya dari Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar untuk menangani konflik antarwarga, yakni Forum Penanganan Konflik bentukan Pemkot Denpasar.
Dalam forum itu, berisikan tim yang tugasnya mengawasi, mencegah, dan membina warga di Denpasar yang terlibat konflik.
“Leading sektornya Kesbangpol Kota Denpasar,” kata Sudiana.
——-
Artikel ini telah naik di detikBali.
(wsw/wsw)