Jakarta, Insertlive –
Ratna Sari Dewi Soekarno belum lama ini terseret masalah hukum. Ia pun harus membayar ganti rugi sebesar 3 juta Yen kepada masing-masing dua karyawannya (A dan B) sesuai keputusan pengadilan Jepang.
“Office Devi Sukarno Co., Ltd. yang dijalankan oleh Dewi Soekarno sedang dalam ‘kekalahan beruntun’ di pengadilan dan persidangan perburuhan,” keterangan sebuah wawancara dengan FRIDAY Digital yang dilansir pada Jumat (13/9).
Awalnya, mantan istri Soekarno ini terlibat konflik dengan dua orang karyawannya perkara perjalanan saat pandemi COVID menghantam dunia. A dan B protes karena Dewi seolah tak mengindahkan protokol pandemi dan memilih pulang ke Indonesia kala itu.
Bukan tanpa alasan, Dewi saat itu terpaksa pulang karena sang menantu meninggal dunia. Ia pun berinisiatif pulang ke Indonesia guna memberikan untuk sang putri yang berduka usai kehilangan suami.
Siapa sangka, kepulangan Dewi itu malah menimbulkan kisruh karena dirinya dikhawatirkan terjangkit virus Corona. Pasalnya, Jepang kala itu juga sedang menghadapi gelombang ketiga epidemi dan jumlah yang terinfeksi corona di Indonesia mencapai angka 10 ribu per hari.
Para karyawan yang merasa takut juga sempat menduga bahwa menantu Dewi meninggal karena COVID. Tak hanya itu, banyak juga yang takut berjumpa dengan Dewi karena dugaan membawa virus corona.
Rasa kekhawatiran itu pula yang membuat dua karyawan Dewi berinisial A dan B memutuskan tak masuk kantor usai Dewi pulang dari Indonesia. Dewi yang mendengar hal itu lantas tak kuasa menahan amarah ke dua karyawannya.
“Apa yang kamu bicarakan? Saya bukan patogen atau apapun,” kata Dewi marah kepada mereka. Maaf, tapi saya berisiko lebih rendah terinfeksi daripada Anda. yang naik kereta, juga naik bus. Lucu, kamu. Jika Anda sangat takut, Anda tidak perlu melakukannya. Saya bosan dengan itu. Saya benci merasa sangat tidak nyaman,” ungkap Dewi kala itu.
Momen Dewi marah-marah itu lantas diceritakan A dan B melalui grup percakapan karyawan. Pasalnya, A dan B merasa kekhawatiran itu sangat wajar terjadi pada masa pandemi.
“Dewi mengatakan bahwa kami aneh, tetapi pada kenyataannya, kami menyadari bahwa corona adalah penyakit yang mematikan, jadi kami membicarakannya karena saya pikir itu adalah pendapat umum semua orang bahwa kami tidak ingin mendapatkannya.” ungkap A dan B.
Dewi lantas memecat A dan B melalui pesan di email tepat dua hari setelah kejadian itu viral di kalangan karyawan atau tepatnya pada 14 Februari 2021. A dan B pun tak tinggal diam hingga melaporkan kejadian tersebut ke pengadilan perburuhan setahun kemudian yakni Maret 2022.
Proposal mediasi senilai 3 juta Yen sempat diajukan untuk menyelesaikan konflik ini. Namun, Dewi disebut tak setuju dengan proposal mediasi tersebut dan mengajukan nominal senilai 400 ribu Yen.
“Dia sepertinya tidak puas dengan isi proposal mediasi. Terdakwa (Dewi) menawarkan untuk membayar biaya penyelesaian sekitar 400.000 yen,” kata A dan B.
Dewi lantas mengajukan dua gugatan terkait dugaan A dan B menghasut karyawan lainnya untuk ikut tidak ke kantor dan bekerja usai Dewi pulang dari Indonseia ke Jepang. Siapa sangka, Dewi malah kalah di persidangan dan harus membayar ganti rugi senilai 3 juta Yen.
Dewi sempat mengungkapkan bagaimana posisi dan kondisi dirinya kala itu yang harus bekerja sendirian lantaran tak ada karyawan yang datang ke kantor.
“Ketika saya pulang dengan kelelahan, saya sendirian, saya tidak memiliki kekuatan untuk membersihkan isi koper saya, saya harus mengurus kencing dan kotoran anjing keesokan paginya, mengajaknya berjalan-jalan, membersihkan dan mengganti enam seprai biru (untuk anjing), mengganti burung pipit, menyedot debu ruang tamu dan dapur, mengepel lantai, memberi makan 10 anjing, dan mengangkat panggilan telepon yang masuk di jalan. Tidak bisakah Anda membayangkan betapa sulitnya bagi seorang wanita berusia 81 tahun pada saat itu? Ini sangat tidak manusiawi dan egois,” tutup Dewi Soekarno.
(ikh/ikh)