Bandung –
Kabar beredar menyebut abu vulkanik gunung Tangkubanparahu membuat mata wisatawan perih. Badan Geologi pun memberi penjelasan.
Badan Geologi menjelaskan, gunung berapi yang masih aktif ini dipastikan masih berstatus Level I alias Normal. Aktivitas Tangkubanparahu masih normal semenjak erupsi pada 2019 silam.
“Hingga saat ini tingkat aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu masih berada pada Level I (Normal),” kata Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid dalam keterangan tertulisnya.
Pernyataan ini disampaikan untuk menjawab kabar yang mengatakan ada abu vulkanik yang keluar dari kawah Gunung Tangkubanparahu mengakibatkan pedih hingga ke bagian mata, pada Minggu (18/8/2024).
Berdasarkan hasil pengamatan, hembusan asap di Kawah Ratu Gunung Tangkubanparahu masih dalam intensitas tipis hingga tebal. Ketinggian hembusan asapnya juga tercatat berada pada angka 5-150 meter di atas dasar kawah dan 5-175 meter di atas dasar Kawah Ecoma.
“Tidak teramati keluarnya abu vulkanik di sekitar Kawah Ratu. Rekaman kegempaan selama Januari hingga 18 Agustus 2024 menunjukkan gempa hembusan kurang dari 5 kejadian perhari dan gempa vulkanik yang berasosiasi dengan suplai magma sangat jarang terekam dan tidak terekam adanya kejadian gempa letusan/erupsi,” ucapnya.
Berdasarkan hasil pengukuran deformasi dengan peralatan Tiltmeter dan Electronic Distance Measurement (EDM), mengindikasikan relatif terjadi inflasi pada segmen UPAS. Kemudian, tidak terjadi pola perubahan deformasi pada segmen lereng.
Selain itu, berdasarkan hasil pengukuran multigas, dinyatakan bahwa konsentrasi maupun rasio gas di Tangkubanparahu tidak memperlihatkan kecenderungan peningkatan dan kondisinya hanya berfluktuasi.
Meski dinyatakan berstatus normal, Badan Geologi memberikan imbauan, terutama bagi pengunjung di kawasan gunung api yang menjadi lokasi wisata tersebut. Sebab, ada dugaan jika warga yang merasakan perih di mata, itu kemungkinan berasal dari gas kawah yang mengarah ke pengunjung.
“Jika pengunjung merasakan perih di mata kemungkinan pada saat itu gas-gas dari kawah sedang mengarah ke pengunjung. Dan karena pengunjung berada di lokasi cukup lama hal itu dapat menyebabkan iritasi di mata,” tuturnya.
“Namun hal ini sangat tergantung dengan kondisi ketahanan tubuh dari masing-masing orang/pengunjung. Paparan gas vulkanik sangat dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin di sekitar kawah. Pada saat ini tingkat aktivitas G. Tangkuban Parahu dinilai masih berada pada Level I (Normal),” imbuhnya.
Badan Geologi pun memberikan sejumlah rekomendasi kepada pengunjung maupun warga sekitar atas hal tersebut. Berikut isi rekomendasinya:
– Tidak mendekat ke dasar kawah, tidak berlama-lama dan tidak menginap di area kawasan kawah-kawah aktif yang berada di G. Tangkuban Parahu.
– Segera menjauhi/meninggalkan area sekitar kawah jika teramati peningkatan intensitas/ketebalan asap kawah dan/atau jika tercium bau gas yang menyengat untuk menghindari potensi bahaya paparan gas beracun maupun erupsi freatik.
– Perlu diwaspadai potensi bahaya berupa erupsi freatik, yaitu erupsi yang terjadi tanpa ada peningkatan gejala vulkanik yang jelas atau signifikan. Erupsi freatik jika terjadi dapat disertai hujan abu dan lontaran material di sekitar kawah.
“Masyarakat di sekitar G. Tangkuban Parahu dan calon pengunjung TWA G. Tangkuban Parahu serta obyek wisata yang dekat dengan gunungapi ini diharap tenang, beraktivitas seperti biasa, tidak terpancing isu-isu tentang erupsi G. Tangkuban Parahu dan tetap mengikuti perkembangan aktivitas G. Tangkuban Parahu melalui aplikasi MAGMA Indonesia,” pungkasnya
——–
Artikel ini telah naik di detikJabar.
(wsw/wsw)