Isyana Sarasvati tampil di Jakarta Concert Orchestra (Foto: Hanna/Istimewa)
JAKARTA – Suasana hangat dan penuh kenangan menyelimuti Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, pada Sabtu malam, 2 Agustus, saat Jakarta Concert Orchestra (JCO) menghadirkan konser tahunan Simfoni untuk Bangsa yang kali ini mengusung tema “8 Dekade Musik Indonesia”.
Lebih dari sekadar pertunjukan, konser ini menjadi perjalanan lintas waktu yang mengajak penonton mengenang, merayakan, sekaligus menyelami perkembangan musik Indonesia, dari lagu-lagu perjuangan hingga karya-karya populer era digital.
Dengan formasi kolaboratif antara JCO, Batavia Madrigal Singers (BMS), The Resonanz Children’s Choir (TRCC), Armonia Choir, dan sejumlah solois berbakat lintas generasi, konser ini menghadirkan karya-karya musik populer dari tiap dekade sejak tahun 1945.
Dipimpin oleh konduktor ternama, Avip Priatna, konser terasa lebih dari sekadar hiburan; ia menjadi ruang kolektif bagi memori, kebanggaan, dan harapan.
“Kami tidak hanya memainkan lagu-lagu lama, tapi juga menyelami konteks dan semangat yang membentuknya. Musik merekam zaman, dan kami ingin menyampaikannya kembali dalam bentuk yang utuh,” jelas Avip dalam konferensi pers sebelum konser.
Setiap Dekade Punya Cerita
Konser dibuka dengan rentang tahun 1945–1955, masa penuh semangat kemerdekaan. Lagu-lagu seperti Medley Lagu Perjuangan, Berkibarlah Benderaku, dan Indonesia Pusaka kembali menggema, menghidupkan rasa cinta Tanah Air.
TRCC membawakan Berkibarlah Benderaku dengan penghayatan yang kuat, jadi pembuka yang langsung mengena ke hati.
Tahun 1955–1965 membawa suasana yang lebih hangat dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Lagu Tiga Dara dinyanyikan ceria oleh trio muda, membawa penonton ke masa keemasan film dan radio Indonesia.
Sementara Bengawan Solo dan Nurlela menambah suasana haru lewat lirik-lirik yang lembut dan menyentuh.
Masuk ke dekade 1965–1975, musik jadi ruang untuk merenung di tengah situasi negara yang sedang tegang.
Tinggalkan Balasan