Jakarta –
Rencana Prabowo Subianto membangun infrastruktur yang sip di Bali disorot. Terutama, setelah Valencia, sesama daerah wisata pantai, porak-poranda dihantam banjir bandang.
Valencia luluh lantak diterjang banjir setelah hujan selama delapan jam tanpa henti dengan volume setara hujan setahun pada 29 dan 30 Oktober 2024. Valencia bukan kawasan langganan banjir. Sudah begitu, pemerintah Spanyol terlambat mengumumkan kondisi darurat kepada warga.
Korban tewas mencapai lebih dari 217 orang dan 2000 dinyatakan hilang. Bencana itu menjadi bencana paling mematikan di Eropa.
Dikutip dari AP News, Kamis (7/11/2024) banjir bandang yang menerjang Valencia itu disebabkan fenomena cuaca aneh yang disebut sebagai DANA atau Depresión Aislada en Niveles Altos. DANA dikategorikan sebagai fenomena meteorologi paling berbahaya di Spanyol.
Menurut Badan Meteorologi Spanyol Aemet badai dan banjir akibat DANA di Valencia itu merupakan kejadian paling parah yang tercatat pada abad ke-21, sebanding dengan bencana ‘Pantanada de Tous’ pada 1982.
Dalam Live Science disebutkan DANA merupakan frasa dalam bahasa Spanyol yang berarti depresi terisolasi pada tingkat tinggi. Istilah DANA merujuk pada anomali cuaca yang terbentuk di perairan Mediterania.
Para peneliti sepakat, tingkat keparahan DANA yang terjadi di Valencia merupakan dampak langsung dari perubahan iklim. Mereka menambahkan mengaitkan fenomena tersebut dengan pemanasan global memerlukan analisis yang lebih mendalam. Sebab, laut Mediterania berubah menjadi salah satu cekungan laut yang paling hangat dalam beberapa dekade terakhir. Laut ini bertindak sebagai sabuk transmisi untuk kelembapan dan energi.
Nah, Bali sebagai kawasan wisata pantai diminta untuk mengambil pelajaran dari bencana itu sebagai langkah antisipasi. Dalam laporan Channel News Asia, Bali sudah mulai menunjukkan gejala dampak perubahan iklim dan penggunaan sumber daya alam berlebihan. Sudah begitu, kawasan hijau di Bali sudah banyak beralih menjadi beton.
“Banjir di Valencia itu akibat super rain, hujan ekstrem, sangat ekstrem, hujan super, karena yang terjadi di sana hujan satu tahun turun dalam waktu delapan jam sehingga terjadi banjir sehingga dalam membangun infrastruktur berkelanjutan harus memperhatikan kondisi perubahan iklim yang terjadi,” kata Mahawan Karuniasa, dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, dalam perbincangan dengan detikTravel, Kamis (7/10/2024).
“Belajar dari peristiwa itu, Bali sudah seharusnya selain membangun infrastruktur apalagi infrastruktur berkelanjutan, harus mempertimbangkan perubahan iklim, sehingga saat terjadi curah hujan ekstrem harus diperhatikan. Apalagi membangunnya saat ini kemudian saat terjadi super rain kemudian tergenang banjir, itu kan menjadi janggal. Tidak bisa lagi disebut pariwisata berkelanjutan,” ujar pria yang juga menjabat sebagai anggota Dewan kepariwisataan Berkelanjutan Indonesia itu.
“Selain Valencia, Libia, Dubai, Yunani, dan belahan dunia lain sudah menghadapi perubahan iklim. Makanya, Bali dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pariwisata, dengan dapat mempertahankan budaya yang ada di Bali namun juga berketahanan terhadap perubahan iklim, memiliki resiliensi atau kemampuan beradaptasi dalam kondisi sulit, karena sudah menjadi bagian dari infrastruktur berkelanjutan,” Mahawan menegaskan.
(fem/fem)