Nikita Mirzani Dihujani 22 Pertanyaan Terkait Laporannya terhadap Vadel Badjideh
Artikel aslinya
Penulis: admin
-

Nikita Mirzani Dihujani 22 Pertanyaan Terkait Laporannya terhadap Vadel Badjideh
-

Jessica Felicia Diperiksa soal Dugaan Pencemaran Nama Baik Azizah Salsha
Jessica Felicia Diperiksa soal Dugaan Pencemaran Nama Baik Azizah Salsha
Artikel aslinya -

El Rumi Gantikan Andre Jadi Komandan Lapor Pak!
Jakarta –Gen Z mulai merambah segala bidang usaha. Tapi bagaimana kalau El Rumi dari Gen Z mencoba buat gantikan Andre Taulany jadi Komandan di kantor Lapor Pak!?
Dalam episode spesial Lapor Pak! malam ini, El Rumi tiba-tiba saja dipercaya buat jadi Komentan. Di sketsa yang diposting akun Instagram @laporpak_trans7, pertanyaan mengenai Gen Z jadi pemimpin jadi mencuat.
“Coba kamu buktiin kalau kamu anak muda, bisa jadi pemimpin,” kata Komandan Andre kepada El Rumi, seperti dilihat redaksi detikcom.
“Gen Z ini ya Komandan,” tanya Ayu Ting Ting.
El Rumi pun berbahasa dengan caranya lalu disambut Komandan Andre dengan bentuk penghormatan.
“Kok hormat,” tanya Wendi Cagur.
Dalam sketsa di segmen lainnya, Kiky Saputri tampak berbicara mengungkapkan omongan netizen di media sosial.
“Jangan mau sama komandan Gen Z. Di manipulatif,” ucap Kiky Saputri menirukan ucapan netizen.
“Eh, gue kasih tahu ya, dia manipulatif tapi nggak money politik,” balas Kiky disambut gelak tawa.
“Bisa aje yang money laundry,” timpal bintang tamu lainnya.
[Gambas:Instagram]
Lantas seperti apa kelanjutan ceritanya? Jadi jangan lupa malam ini ya jam 21.30 WIB.
Lapor Pak! bisa disaksikan di Trans 7. Bisa juga lewat streaming artikel ini ya.
Sekadar diketahui Lapor Pak! diisi oleh Andre Taulany, Surya Insomnia, Andhika Pratama, Wendi Cagur, Kiky Saputri, Ayu Ting Ting, dan Hesti Purwadinata.
(tia/wes)
-

Komika Neneng Wulandari Paling Grogi Lihat Kuli
Komika Neneng Wulandari Paling Grogi Lihat Kuli
Artikel aslinya -

Nikita Mirzani Bakal Laporkan Vadel Badjideh Terkait Dugaan Video Syur
Nikita Mirzani Bakal Laporkan Vadel Badjideh Terkait Dugaan Video Syur
Artikel aslinya -

Nikita Mirzani Menggebu Polisikan Vadel Badjideh
Jakarta –Artis Nikita Mirzani sampai saat ini ternyata masih sangat peduli dengan anak perempuannya, meski sudah tidak lagi hidup bersama. Tidak mau putrinya diperlakukan tidak baik oleh teman prianya, bintang film Comic 8 itu begitu menggebu melaporkan Vadel Badjideh ke polisi.
“Jadi gini, kenapa sih sampai gue melaporkan orang tersebut? Ini tuh untuk pelajaran buat semua orang tua yang ada di luar, ketika kalian punya anak, anak kalian masih di bawah umur, diperlakukan tidak baik, tidak benar, tidak selayaknya, kalian wajib lapor,” kata Nikita Mirzani saat ditemui di Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2024).
Meski begitu, ia tetap menyerahkannya semua kepada pihak kepolisian mengenai kasusnya ini.
“Pertama kan karena itu anak masih di bawah umur, kedua itu anak sudah melakukan hal-hal yang harusnya tidak dilakukan untuk seumuran dia gitu, tapi, ya sudah ini kan sudah menjadi seperti ini. Jadi tinggal gimana nanti bapak Kepolisian Jakarta Selatan menanggapi kasusnya,” ujar Nikita Mirzani.
Atas laporan ini, Vadel Badjideh terancam mendapatkan hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara.
“Saya katakan bahwa ini bukan persoalan percintaan, ini persoalan kejahatan yang dilakukan seseorang terhadap anak di bawah umur dengan ancaman 5 tahun dan maksimal 15 tahun,” ujar kuasa hukum Nikita Mirzani, Fahmi Bachmid.
Nikita Mirzani melaporkan VA soal Pasal Undang-undang (UU) Kesehatan, UU Perlindungan Anak, dan KUHP. Adapun pasal yang dijeratkan, yakni 76D dalam UU Perlindungan Anak. Pasal 76D UU 35/2024, yakni setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Nikita Mirzani bukan melupakan begitu saja anak perempuannya. Ia tetap memantau anak pertamanya itu dari kejauhan. Bahkan sampai tidak ada yang tahu kalau dirinya masih membayarkan utang anak perempuannya yang nyaris Rp 400 juta.
“Itu anak ngebayarin hidup laki-laki, tapi yang ditagih utangnya tuh ke sini (ke Nikita), utangnya hampir Rp 400 juta. Jadi banyak sekarang di TikTok yang bilang sama anak kewajiban lo itu, ‘eh yang makan itu uangnya bukan anak gue’, ya terus karena banyak utangnya gue bayarin diam-diam,” ungkap Nikita Mirzani, Kamis (29/8/2024).
Menurut Nikita Mirzani, sikap diamnya selama ini bukan berarti tidak peduli dengan anaknya. Ia selalu memberikan doa terbaik untuk ketiga anaknya.
“Lo tahu nggak ibu lo di belakang selalu meng-cover apa pun tentang lo gitu, tapi apakah harus dikasih tahu? Kan nggak, terus banyak yang bilang kalau itu tanggung jawab sebagai seorang ibu, sekarang saya balikin tanggung jawab sebagai anak apa selain belajar? Jangan dikit-dikit ibunya, ibunya, ibunya ini sendiri loh cari uang,” tutur Nikita Mirzani sambil menangis.
“Saya tahu dia dapat pendapatan dari mana saja, masuk Rp 60 juta buat bayarin kuliah (mantan kekasih Lolly), Rp 40 juta, Rp 20 juta bahkan Rp 2 juta untuk uang jajan juga ada,” lanjutnya lagi.
(wes/mau)
-

RI Izinkan Ekspor Pasir Laut, Menguntungkan atau Justru Bikin Boncos?
Jakarta –Keputusan Indonesia kembali membuka keran ekspor pasir laut yang sudah 20 tahun dilarang disorot. Dampak lingkungan dipertanyakan.
Keputusan untuk membuka kembali ekspor pasir laut ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan melalui revisi dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Revisi itu mencakup Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang mengubah aturan tentang barang yang dilarang diekspor serta kebijakan ekspor.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim menyatakan diizinkannya kembali ekspor pasir laut itu untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut serta tindak lanjut dari usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Jenis pasir laut yang boleh diekspor diatur dalam Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi di Laut untuk Ekspor.
Padahal, ekspor pasir dilarang sejak 2002. Saat itu, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri melarang ekspor pasir laut melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut.
Megawati melarang ekspor pasir laut demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, yakni tenggelamnya pulau kecil.
Pada Selasa (17/9), Presiden Joko Widodo menyebut ekspor pasir laut tersebut untuk hasil sedimentasi di laut, bukan pasir laut.
“Sekali lagi, itu bukan pasir laut ya. Yang dibuka itu sedimen, sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal. Sekali lagi bukan, kalau diterjemahkan pasir, beda lho ya,” kata Jokowi di Menara Danareksa, Jakarta Pusat, kemarin.
Ketua Umum Perkumpulan Program Studi Ilmu Lingkungan Seluruh Indonesia Dr. Suyud Warno Utomo, M.Si. yang juga dosen Sekolah ilmu Lingkungan UI sekaligus manajer penelitian dan kerja sama pusat penelitian SDM dan Lingkungan UI, mempertanyakan apakah peraturan itu dibuat melalui kajian yang komprehensif atau menyeluruh untuk ekspor pasir laut atau pun sedimentasi.
“Yang pertama, mestinya sebelum diimplementasikan, dikaji lebih dulu dampak lingkungan secara detail, kajian amdal, dan menimbang kerusakan lingkungan. Jangan salah, pasir di pantai itu jangan dilihat pasirnya, tetapi di sanalah habitat banyak biota laut dan terumbu karang. Ekosistem bisa terganggu,” ujar Suyud.
“Kalau memang itu sedimentasi, yang merupakan hasil endapan hasil aktivitas dari pertanian, perkebunan, pembangunan gedung dan rumah, dan apapun itu memang perlu dikeruk. Tetapi, sedimentasi juga diperlukan untuk media tumbuh mangrove. Makanya, baik itu pengerukan pasir laut atau sedimentasi sama-sama dibutuhkan kajian amdal dan tematik,” kata Suyud.
Suyud khawatir jika kajian mendalam tidak dilakukan potensi kerusakan alam yang diderita justru lebih besar ketimbang keuntungan ekonomi yang didapatkan. Dia mengaitkan dengan biaya pengawasan yang harus dilakukan pemerintah selama pengerukan pasir dilakukan.
“Di satu sisi saya paham pemerintah butuh meningkatkan ekonomi, namun keputusan itu betul-betul bisa mendatangkan keuntungan atau justru sebaliknya, bikin boncos di belakang? Untuk operasional pengerukan sampai ekspor memang ditangani oleh perusahaan yang mendapatkan proyek itu, namun pengawasannya bagaimana?
“Aktivitas itu dilakukan di laut, siapa yang akan memonitor. Kegiatan di laut itu membutuhkan biaya yang sangat besar, butuh peralatan (kapal, dll), juga diperlukan SDM yang mumpuni, SDM yang memahami laut. Sanggup tidak untuk membiayainya?” ujar Suyud.
“Kalau enggak dipantau secara memadai, secara tepat, saya khawatir condong ada pelanggaran, tidak ada pengelolaan lingkungan dengan baik, akan asal-asalan, dan cenderung akan berupa pengawasan formalitas. Belum lagi pengelolaan lingkungan setelah pengerukan, sanggup tidak?” Bukankah justru uang yang keluar bakal lebih banyak?” ujar Suyud.
Selain itu, Suyud juga mempertanyakan siapa saja yang bakal mendapatkan keuntungan. Dia pesimistis warga lokal bisa menikmati keuntungan dari ekspor pair laut itu. Berkaca yang sudah-sudah, nelayan justru kesulitan menangkap ikan.
“Siapa yang akan menikmati manfaat dari ekspor itu? Betulkah negara yang akan untung atau hanya kelompok tertentu? Masyarakat lokal jangan hanya dijadikan penonton dampak pembangunan, merekalah yang harus menjadi prioritas hasil pembangunan,” kata Suyud.
“Yang sudah-sudah, keuntungan ekonomi memang ada, namun kerugiannya berlangsung lama, kemiskinan nelayan dan masalah lingkungan berkepanjangan. Pembangunan yang dilakukan selama ini sudah banyak bikin lingkungan rusak, sudah nyata, apa masih kurang merusaknya,” ujar Suyud.
“Saat pengerukan sudah selesai, kerugian lingkungan, kemerosotan pendapatan nelayan karena tidak bisa menangkap ikan, lingkungan rusak pasti jauh lebih panjang. Sudah begitu dampak sosial juga akan berlangsung lebih panjang. Jangka pendek bisa jadi nelayan dapat kompensasi, namun apa akan mampu terus-menerus dilakukan dan itu tidak mendidik,” Suyud menegaskan.
Wisata Bisa Jadi Solusi Dapatkan Cuan Sekaligus Jaga Lingkungan
Suyud menawarkan satu solusi agar pemerintah bisa mendapatkan uang tunai kendati tidak lebih cepat ketimbang ekspor pasir laut. Yakni, melalui pariwisata berkelanjutan.
“Secara ekonomi, pertimbangan jangka pendek, wisata memang tidak lebih menguntungkan dibandingkan pasir dikeruk, tetapi memikirkannya bukan sesaat, bukan sesempit itu. Tetapi, bagaimana laut itu menjadi berdampak ekonomi jangka panjang dan masyarakat dilibatkan,” kata Suyud.
“Pengembangan pariwisata bisa menjadi jalan untuk mengedukasi masyarakat soal lingkungan, edukasi terumbu karang. manfaat biota laut. Laut dan pasirnya jangan cuma dilihat oh ini laut, oh ini pasir, bukan seperti itu. Tetapi, di sana ada potensi obat-obatan, kecantikan, pangan, juga wisata, dll,” Suyud membeberkan.
“Laut kita memiliki potensi non pasir yang banyak. Banyak sekali. Kita punya banyak peneliti, akademisi, referensi juga mudah dicari,” dia menegaskan.
Kawasan yang Dikeruk
Dikutip dari BBC Indonesia, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto, mengatakan ekspor pasir laut hanya dilakukan dengan syarat kebutuhan material di dalam negeri sudah tercukupi dan tidak menurunkan daya dukung serta daya tampung ekosistem pesisir.
Dia bersikukuh agar “pembersihan sedimentasi laut” jangan diframing sebagai kawasan pengambilan pasir. Apalagi, diasosiasikan dengan aktivitas ekspor pasir laut.
“Tujuan dari pembersihan sedimentasi di laut ada dua, yaitu peningkatan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir,” kata Doni.
Untuk pengerukan pasir laut itu, KKP telah menetapkan tujuh lokasi di antaranya Kabupaten Demak, Kota Surabaya, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Indramayu. Kemudian, Kabupaten Karawang, perairan sekitar Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan, serta perairan di sekitar Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
(fem/fem)
-

Keluarga Berserah Diri dengan Kondisi Mat Solar Usai Kena Stroke
Jakarta –Keluarga hingga saat ini masih terus berharap keadaan Mat Solar terus membaik seusai terserang stroke pada 2017.
“Tapi kalau begini ya kita berserah diri kepada Allah. Kalau memang kayak begini terus juga nggak apa-apa, dijalanin saja. Memang takdir Tuhan, kalau masih diberi kesehatan alhamdulillah, kalau nggak ya sudah bersyukur saja apa yang dikasih sama Allah,” ungkap anak Mat Solar, Popon, saat ditemui di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, Minggu (15/9/2024).
Untuk kondisinya sampai saat ini pemain sinetron Tukang Bubur Naik Haji itu tidak menunjukkan kondisi yang signifikan.
“Menurut saya sih sama saja progresnya kayak masih saja kayak gitu. Cuma juga sudah umur, ya susah untuk berbicara. Aku tiap hari kayak menghibur ayah kayak ‘ayah ayo dong ngomong A, I, U, E, O’, ya ayah kayak cuma ‘A U’. Cuma susah saja ngehiburnya kayak pegangin tangan ini ‘ayo-ayo’ gitu doang,” tutur Popon.
Selain itu, penglihatan Mat Solar saat ini juga belum normal. Kata Popon, ayahnya masih kesulitan melihat dengan baik. Meski begitu, pendengaran Mat Solar masih normal dan berfungsi dengan baik.
“Penglihatan agak buramlah, iya. Ya kayak agak terganggu gitu cuma kalau masalah pendengaran sih baik. Kalau untuk bicara ya masih gitu,” jelasnya lagi.
Untuk makanan sendiri, Mat Solar ternyata harus mengonsumsi makanan yang diblender.
“Ayah tuh makannya diblender, biar ayah gampang mengunyahnya langsung diblender. Biar bisa nelen langsung,” jelas Popon.
(wes/mau)
-

Pecat Karyawan di Jepang, Dewi Mantan Istri Soekarno Malah Wajib Ganti Rugi 6 Juta Yen
Jakarta, Insertlive –
Ratna Sari Dewi Soekarno belum lama ini terseret masalah hukum. Ia pun harus membayar ganti rugi sebesar 3 juta Yen kepada masing-masing dua karyawannya (A dan B) sesuai keputusan pengadilan Jepang.
“Office Devi Sukarno Co., Ltd. yang dijalankan oleh Dewi Soekarno sedang dalam ‘kekalahan beruntun’ di pengadilan dan persidangan perburuhan,” keterangan sebuah wawancara dengan FRIDAY Digital yang dilansir pada Jumat (13/9).
Awalnya, mantan istri Soekarno ini terlibat konflik dengan dua orang karyawannya perkara perjalanan saat pandemi COVID menghantam dunia. A dan B protes karena Dewi seolah tak mengindahkan protokol pandemi dan memilih pulang ke Indonesia kala itu.
Bukan tanpa alasan, Dewi saat itu terpaksa pulang karena sang menantu meninggal dunia. Ia pun berinisiatif pulang ke Indonesia guna memberikan untuk sang putri yang berduka usai kehilangan suami.
Siapa sangka, kepulangan Dewi itu malah menimbulkan kisruh karena dirinya dikhawatirkan terjangkit virus Corona. Pasalnya, Jepang kala itu juga sedang menghadapi gelombang ketiga epidemi dan jumlah yang terinfeksi corona di Indonesia mencapai angka 10 ribu per hari.
Para karyawan yang merasa takut juga sempat menduga bahwa menantu Dewi meninggal karena COVID. Tak hanya itu, banyak juga yang takut berjumpa dengan Dewi karena dugaan membawa virus corona.
Rasa kekhawatiran itu pula yang membuat dua karyawan Dewi berinisial A dan B memutuskan tak masuk kantor usai Dewi pulang dari Indonesia. Dewi yang mendengar hal itu lantas tak kuasa menahan amarah ke dua karyawannya.
“Apa yang kamu bicarakan? Saya bukan patogen atau apapun,” kata Dewi marah kepada mereka. Maaf, tapi saya berisiko lebih rendah terinfeksi daripada Anda. yang naik kereta, juga naik bus. Lucu, kamu. Jika Anda sangat takut, Anda tidak perlu melakukannya. Saya bosan dengan itu. Saya benci merasa sangat tidak nyaman,” ungkap Dewi kala itu.
Momen Dewi marah-marah itu lantas diceritakan A dan B melalui grup percakapan karyawan. Pasalnya, A dan B merasa kekhawatiran itu sangat wajar terjadi pada masa pandemi.
“Dewi mengatakan bahwa kami aneh, tetapi pada kenyataannya, kami menyadari bahwa corona adalah penyakit yang mematikan, jadi kami membicarakannya karena saya pikir itu adalah pendapat umum semua orang bahwa kami tidak ingin mendapatkannya.” ungkap A dan B.
Dewi lantas memecat A dan B melalui pesan di email tepat dua hari setelah kejadian itu viral di kalangan karyawan atau tepatnya pada 14 Februari 2021. A dan B pun tak tinggal diam hingga melaporkan kejadian tersebut ke pengadilan perburuhan setahun kemudian yakni Maret 2022.
Proposal mediasi senilai 3 juta Yen sempat diajukan untuk menyelesaikan konflik ini. Namun, Dewi disebut tak setuju dengan proposal mediasi tersebut dan mengajukan nominal senilai 400 ribu Yen.
“Dia sepertinya tidak puas dengan isi proposal mediasi. Terdakwa (Dewi) menawarkan untuk membayar biaya penyelesaian sekitar 400.000 yen,” kata A dan B.
Dewi lantas mengajukan dua gugatan terkait dugaan A dan B menghasut karyawan lainnya untuk ikut tidak ke kantor dan bekerja usai Dewi pulang dari Indonseia ke Jepang. Siapa sangka, Dewi malah kalah di persidangan dan harus membayar ganti rugi senilai 3 juta Yen.
Dewi sempat mengungkapkan bagaimana posisi dan kondisi dirinya kala itu yang harus bekerja sendirian lantaran tak ada karyawan yang datang ke kantor.
“Ketika saya pulang dengan kelelahan, saya sendirian, saya tidak memiliki kekuatan untuk membersihkan isi koper saya, saya harus mengurus kencing dan kotoran anjing keesokan paginya, mengajaknya berjalan-jalan, membersihkan dan mengganti enam seprai biru (untuk anjing), mengganti burung pipit, menyedot debu ruang tamu dan dapur, mengepel lantai, memberi makan 10 anjing, dan mengangkat panggilan telepon yang masuk di jalan. Tidak bisakah Anda membayangkan betapa sulitnya bagi seorang wanita berusia 81 tahun pada saat itu? Ini sangat tidak manusiawi dan egois,” tutup Dewi Soekarno.
(ikh/ikh)
-

Marshanda Tegaskan Masih Sendiri, Vicky Prasetyo Cuma Teman
Jakarta –Kedekatan Marshanda dengan Vicky Prasetyo beberapa waktu lalu sempat bikin netizen gempar. Tak sedikit orang yang menyayangkan keduanya dijodoh-jodohkan.
Tapi dengan tegas, ibu satu anak itu menegaskan sampai saat ini masih dalam status sendiri. Ia mengaku tidak menjalin hubungan dengan siapa pun.
“Siapa? Vicky sahabatnya Raffi itu ya? Nggak itu cuma teman,” ungkap Marshanda seraya tersenyum saat ditemui di studio FYP, Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2024).
Untuk saat ini pemilik nama lengkap Andriani Marshanda tersebut masih fokus dengan karier dan dirinya sendiri. Ia belum mau memikirkan mengenai pasangan.
“Tapi bukan berarti aku tuh nggak mau menikah lagi atau trauma atau gimana, nggak. Untuk sekarang aku masih single kok,” katanya lagi.
Lantas gimana sih kriteria Marshanda dalam mencari pasangan hidup kelak?
“Nggak yang gimana-gimana, sedikasihnya saja sama Allah, pokoknya ya mau duda atau apa sedikasihnya saja,” tuturnya.
Marshanda pernah menikah dengan Ben Kasyafani pada 2 April 2011. Keduanya dikaruniai satu orang anak perempuan yang bernama Sienna Ameerah Kasyafani. Tapi sayang rumah tangga Marshanda dan Ben Kasyafani selesai pada 2014 dan hak asuh putri mereka jatuh ke tangan Ben Kasyafani karena Marshanda dianggap punya masalah dengan kesehatan mentalnya.
(wes/dar)