Jakarta –
Aktris Nikita Mirzani mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan atas laporannya terhadap Vadel Badjideh.
Pandangan detikcom, Nikita Mirzani tiba di Polres Metro Jakarta Selatan pada pukul 13.30 WIB dengan mengenakan pakaian putih, topi dan masker yang menutupi sebagian besar wajahnya.
Tak sendiri, ia datang didampingi oleh Fahmi Bachmid sebagai kuasa hukumnya untuk menjalani pemeriksaan atas laporannya.
Bintang film Comic 8 itu tak berbicara banyak soal persiapan jelang pemeriksaan. Namun, ia menekankan kembali alasan mengapa ia melaporkan kasus ini.
“Kenapa sih sampai gue melaporkan orang tersebut? Ini tuh untuk pelajaran buat semua orang tua yang ada di luar, ketika kalian punya anak, anak kalian masih di bawah umur, diperlakukan tidak baik, tidak benar, tidak selayaknya, kalian wajib lapor,” kata Nikita Mirzani saat ditemui di Polres Metro Jakarta Selatan, Selasa (17/9/2024).
Sebelumnya, 3 saksi yang dibawa Nikita Mirzani telah hadir terlebih dahulu dan salah satunya didatangkan dari luar negeri.
“Yang jelas saksi kita bawa dari luar negeri, dan itu datang atas keinginan dirinya sendiri,” ujar Fahmi Bachmid.
Saksi-saksi yang dihadirkannya oleh pihak Nikita Mirzani merupakan orang yang tahu persis atas kasus yang dilaporkan olehnya.
“Saksi memang kita bawa saksi yang tau persis persoalan yang merupakan tindak kejahatan,” ucap Fahmi Bachmid.
Sebelumnya, Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi, memberikan penjelasan soal siapa yang dilaporkan oleh Nikita Mirzani.
“Betul, saudara NM tadi datang ke Polres Jakarta Selatan melaporkan tentang kasus keluarganya. Terlapor inisial VA, kemudian yang menjadi korban LM (17),” kata Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi di Polres Jaksel, Kamis (12/9/2024).
Nikita Mirzani melaporkan VA soal Pasal Undang-undang (UU) Kesehatan, UU Perlindungan Anak dan KUHP. Adapun pasal yang dijeratkan, yakni 76D dalam UU Perlindungan Anak. Pasal 76D UU 35/2024, yakni setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(ahs/wes)