Jakarta –
Komedian Ade Jigo membeberkan kondisi warga-warga yang terkena dampak penggusuran di sekitar rumah warisan orang tuanya yang berada di kawasan Gunung Balong, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Ada juga warga yang disebut bingung harus tinggal di mana.
Ade Jigo tidak mengetahui nasib sebagian besar warga yang terkena dampak penggusuran. Dia merasa sangat miris karena banyak orang yang kehilangan pekerjaan akibat penggusuran itu.
“Warganya sekarang sudah nggak tahu saya kondisinya, tinggal dimana. Ada beberapa laporan dari mereka itu bingung untuk mencari tempat tinggal karena memang mereka rata-rata itu rumah dari orang tuanya dan kerjaan mereka di situ buat sehari-hari untuk biaya kebutuhan hidup,” kata Ade Jigo kepada detikcom melalui sambungan telepon, Senin (2/9/2024).
Bahkan, Ade Jigo sempat mendengar kabar ada warga yang kini tinggal di pinggir kali karena tidak tahu harus tinggal dimana lagi. Kabar seperti itu membuat dia merasa sedih.
“Setelah itu dihancurkan, mereka udah nggak ada lagi nafkah yang mereka cari karena rata-rata ada yang janda, ada anak yatim, dan memang sangat miris dengan kondisi kejadian kemarin. Apalagi sekarang mereka ada yang sampai tinggal di pinggir kali,” tutur Ade Jigo.
Ade Jigo menceritakan, warga yang tidak terkena dampak penggusuran mengaku mendapatkan intimidasi. Dia sempat mendengar aduan tersebut.
“Jadi ada laporan warga rumahnya itu berdampingan dengan lokasi kejadian, lokasi penggusuran, rumah yang berdiri itu diintimidasi sama pihak lawan,” ucap Ade Jigo.
“Jadi intimidasi itu sering banget dialami sama warga yang rumahnya tidak terkena gusuran. Ditambah lagi mereka kemarin sempat memberikan lahan yang sudah digusur itu sama mereka diisi puing dan sampah, yang merasakan warga yang tidak terkena gusuran,” cerita Ade Jigo.
Kuasa hukum Ade Jigo, Firman Hasurungan, menilai adanya kejanggalan dalam Peninjauan Kembali yang membuat putusan rumah dan tanah warisan keluarga Ade Jigo digusur.
“Ini adalah error in objecto. Jadi, apa yang didalilkan oleh si penggugat dulu di tahun 1992 di dalam gugatannya, dan ditolak gugatannya di gugatan yang pertama sampai kasasi itu ditolak semua. Kenapa? Karena memang objeknya itu tidak tahu di mana,” kata Firman Hasurungan kepada detikcom melalui sambungan telepon, Senin (2/9/2024).
Firman Hasurungan menyebut adanya dugaan kelalaian dari majelis hakim karena memutus perkara di mana objek yang dimaksud berbeda dengan yang telah dieksekusi.
“Nah, ini kan bagaimana Majelis Hakim bisa lalai. Majelis Hakim PK itu bagaimana bisa lalai memeriksa perkara sehingga dengan gampangnya memutus suatu perkara yang mana objeknya bukanlah di situ. Ini kan luar biasa,” ujar Firman Hasurungan.
Atas dasar hal tersebut, pihak Ade Jigo kembali merencanakan langkah hukum untuk menindaklanjuti perkara ini. “Maka dari itu, kita untuk upaya hukum biasa itu sudah tidak bisa. Makanya kita nanti akan melakukan upaya-upaya hukum di luar hukum acara perdata,” pungkasnya.
(ahs/pus)