Jakarta –
Sidang kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022 yang melibatkan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis, kembali digelar kemarin. Pihaknya membeberkan fakta ini terkait masalah tersebut.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menghadirkan lima saksi, yakni Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk 2020-2021 Agung Pratama, Direktur Keuangan PT Timah Tbk Fina Eliani, Pegawai BUMN/Kepala Divisi Akuntansi PT Timah Tbk 2017-2019 Aim Syafei, Kepala Divisi Akuntansi PT Timah Tbk Dian Safitri, dan Kepala Bidang Akutansi PT Timah Tbk Erwan Sudarto.
Dari keterangan saksi, menurut kuasa hukum Harvey Moeis, Junaedi Saibih, terungkap perihal data-data dampak kerja sama antara PT Timah dengan sejumlah perusahaan smelter yang difasilitasi kerja samanya oleh kliennya. Hasilnya disebut tak ada kerugian yang ditimbulkan PT Timah akibat kerja sama tersebut.
“Program kerja sama dengan smelter swasta memberikan profit,” katanya, Kamis (29/8/2024).
Junaedi juga menerangkan fakta persidangan lain dari keterangan saksi Kepala Divisi Akuntansi PT Timah Tbk Dian Safitri tentang detail Harga Pokok Produksi (HPP). Berdasarkan laporan keuangan yang ada di BAP saksi dikatakan bahwa ada smelter PT Timah yang biaya peleburannya di tahun 2019 adalah USD 5.900-an/ton yaitu di Kundur.
“Nilai ini lebih tinggi daripada biaya kerja sama sewa smelter,” ujarnya.
Keterangan itu dikatakan sama dengan pernyataan saksi Kepala Divisi Akuntansi PT Timah Tbk 2017-2019 Aim Syafei. Dia disebut menunjukan bahwa program kerja sama sewa smelter masih menguntungkan.
Jika ada catatan kerugian dalam laporan keuangan PT Timah pada periode 2019 dan 2020, dijelaskan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Aim, hal itu timbul akibat beban biaya keuangan. Pihak Harvey Moeis mengatakan bukan disebabkan oleh program kerja sama smelter.
Pengacara suami Sandra Dewi kembali menjelaskan pada tahun 2019, tercatat PT Timah membukukan beban biaya bunga sebesar Rp 554,67 miliar, beban biaya obligasi sebesar Rp 166,29 miliar, rugi selisih kurs sebesar Rp 52,84 miliar, dan provisi bank sebesar Rp 7,87 miliar.
Beban yang sama juga terjadi pada tahun 2020 di mana PT Timah membukukan beban biaya bunga sebesar Rp 384,77 miliar, beban biaya obligasi sebesar Rp 220,41 miliar dan beban bunga terkait sewa sebesar Rp 2,17 miliar.
“Malah dengan ada kerja sama (dengan semleter swasta), kerugian yang dialami PT Timah menjadi lebih kecil,” tutur Junaedi.
Pihak Harvey Moeis kembali membeberkan buktinya bahwa pada rentang tahun 2018-2021, emiten tambang timah itu berhasil mengantongi laba khusus program kerja sama smelter ini dengan total perolehan sebesar Rp 966.190 miliar atau hampir Rp 1 trilun. Data tersebut juga dikatakan dituangkan dalam BAP Aim Syafei.
Sekadar diketahui, Harvey Moeis didakwa merugikan keuangan negara sejumlah Rp 300,003 triliun terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Selain itu, bapak dua anak tersebut juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 atau 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
(mau/wes)